Mengenai Saya

nama saya ADI NUGROHO, universitas gunadarma kls 3EA13,NPM 10210151

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

System Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi Indonesia

Salah satu gagasan ekonomi yang dalam beberapa waktu belakangan ini cukup banyak mengundang perhatian adalah mengenai ‘ekonomi kerakyatan’. Ditengah-ditengah himpitan krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia, serta maraknya perbincangan mengenai globalisasi dan globalisme dalam pentas wacana ekonomi-politik dunia. Kehadiran ekonomi kerakyatan dalam pentas wacana ekonomi-politik Indonesia memang cukup menyegarkan. Akibatnya walaupun penggunaan ungkapan itu dalam kenyataan sehari-hari cenderung tumpang tindih dengan ungkapan ekonomi rakyat, ekonomi kerakyatan cenderung di pandang seolah-olah merupakan gagasan baru dalam pentas ekonomi-politik di Indonesia.
Kesimpulan seperti itu tentu tidak dapat di benarkan. Sebab, bila di telusuri ke belakang dengan mudah dapat di ketahui bahwa perbincangan mengenai ekonomi kerakyatan sesungguhnya telah berlangsung jauh sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekannya. Pada mulanya adalah Bung Hatta, ditengah-ditengah dampak buruk depresi ekonomi dunia yang tengah melanda Indonesia, yang menulis sebuah artikel dengan judul ekonomi rakyat di harian Daulat Rakyat. Dalam artikelnya Bung Hatta secara jelas mengungkapkan kegusarannya dalam menyaksikan kemorosotan kondisi ekonomi rakyat Indonesia di bawah tindasan pemerintah Hindia-Belanda.
Yang di maksud dengan ekonomi rakyat oleh Bung Hatta ketika itu tentu tidak lain dari ekonomi kaum pribumi atau ekonomi pendidikan asli Indonesia. Tindakan konkret yang dilakukan Bung Hatta untuk memperkuat ekonomi rakyat ketika itu adalah dengan menggalang kekuatan ekonomi rakyat melalui pengembangan koperasi. Terinspirasi oleh perjuangan kaum buruh dan tani di Eropa, Bung Hatta berupaya sekuat tenaga untuk mendorong pengembangan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
Sebagaiman terbukti kemudian, kepedulian Bung Hatta terhadap koperasi tersebut berlanjut jauh setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekannya. Hal itu antara lain di sebabkan oleh kesadaran Bung Hatta bahwa perbaikan kondisi ekonomi rakyat harus terus di lanjutkan dengan mengubah struktur ekonomi Indonesia dari sebuah perekonomian yang berwatak colonial menjadi sebuah sebuah perekonomian nasional. Sebagaiman di kemukakan oleh Bung karno, yang di maksud ekonomi nasional adalah sebuah perekonomian yang di tandai oleh meningkatnya peran serta rakyat banyak dalam penguasaan modal atau factor-faktor produksi di tanah air.


Urgensi Ekonomi Kerakyatan
Sebagai sebuah paham dan system ekonomi yang bermaksud menegakkan kerakyatan cenderung mendapat perlawanan dari berbagai kalangan. Bagi para penganut kapitalisme neoliberal, misalnya, gagasan ekonomi kerakyatan tidak hanya di pandang tidak sejalan dengan teori-teori ekonomi yang mereka telah yakini, tetapi juga cenderung di pandang sebagai ancaman serius terhadap pemenuhan kepentingan-kepentingan pribadi meraka.
Substansi dan urgensi system ekonomi kerakyatan sebagaimana di kemukakan tersebut, beberapa hal mudah-mudahan kini menjadi lebih jelas, terutama bagi meraka yang selama ini masih banyak ragu-ragu terhadap kemungkinan penyelenggaraan system ekonomi kerakyataan di Indonesia.
Pertama, Sebagai sebuah paham, ekonomi kerakyatan bukanlah sebuah paham yang bersifat apolitis. Ekonomi kerakyatan juga berperan sebagai gerakan politik mencengah berlanjutnya kesewenang-wenangnya para pemodal.

Kedua, Jika di lihat dari segi konstituennya, konstituen utama ekonomi kerakyatan adalah kelompok masyarakat yang terpinggirkan dalam system ekonomi kapitalis neoliberal. Dalam garis besarnya meraka terdiri dari kaum buruh, kaum tani, kaum nelayan pegawai negri golongan bawah, usaha kecil-mengah, dan kaum miskin kota.

Ketiga, Jika di lihat dari musuh strategisnya, musuh utama gerakan ekonomi kerakyatan terdiri dari para penguasa Negara-negara industry pemberi uang, perusahaan -perusahaan multinasional dan transional (MNC dan IC), lembaga –lembaga keuangan dan perdangan mulitateral yang menjadi agen utama penyebar luasan kapitalisme neoliberal.


Agenda Ekonomi Kerakyatan

Agar ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi kerakyatan harus segera di angkat ke permukaan. Dalam garis besarnya terdapat tujuh agenda pokok ekonomi kerakyatan dan merupakan titik masuk untuk menyelenggarakan system ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang.

Pertama, memperjuangkan penghapusan sebagian utang luar negeri Indonesia sebagai upaya untuk mengurangi tekanan terhadap belanja Negara dan neraca pembayaran. Penghapusan utang luar negeri terutama perlu di lakukan terhadap utang luar negri yang tergolong sebagai utang najis (odious debt), yaitu utang luar negeri yang proses pembuatannya sarat dengan manipulasi para kreditur, sedangkan pemanfaatannya cenderung di selewengkan oleh para pejabat yang berkuasa untuk memperkaya diri mereka sendiri.

Kedua, meningkatkan disiplin pengelolaan keuangan Negara dengan tujuan untuk memerangi KKN dalam segala dimensinya. Salah satu tindakan yang perlu diperioritaskan dalam hal ini adalah penghapusan dana-dana non-bujeter yang tersebar secara merata pada hamper semua instansi pemerintah.

Ketiga, mendemokratisasikan pengelolaan BUMN. Sebagai mana diketahui pengelolaan BUMN selama ini cenderung di dominasi oleh para pejabat pemerintah pusat. Dominasi para pejabat pemerintah ini tidak hanya berakibat pada buruknya kualitas pelayanan BUMN, tetapi berdampak pada berubah BUMN menjadi objek sapi perah para penguasa. Dengan latar seperti itu, alih-alih tumbuh menjadi badan udaha meringankan beban keuangan Negara, BUMN justru hadir sebagai badan usaha yang menggerogoti keuangan Negara.

Keempat, peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan Negara dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hal ini terutama harus di selenggarakan dengan melakukan pembagian pendapatan (revenue and tax sharring), yaitu dengan memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk turut secara langsung dalam pengumpulan berbagai jenis pajak yang selama ini di monopoli oleh pemerintah pusat.

Kelima, pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar para pekerja serta peningkatan partisipasi para pekerja dalam penyelenggaraan perusahaan. Sesuai dengan amanat pasal 27 ayat 2 UUD 1945, setipa warga Negara Indonesia tidak hanya berhak mendapatkan pekrjaan, tetapi juga berhak mendapatkan penghidupan yang layak berdasarkan kemanusiaan.

Keenam, pembatasan penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada para petani penggarap. Penguasaan lahan pertanian secara berlebihan yang di lakukan oleh segelintir pejabat, konglomerat, dan petani berdasi sebagai mana berlangsung saat ini harus segera di akhiri sesuai dengan amanat pasl 33 UUD 1945 dan pasal 2 UUPA 1960, Negara berhak mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan lahan pertanian bagi kemakmuran rakyat.

Ketujuh, pembaharuan UU koperasi dan pembentukan koperasi-koperasi sejati dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan. Koperasi sejati tidak sama dengan koperasi ‘persekutuan majikan’ ala orde baru yang pengolahannya bersifat tertutup dan di batasi segelintir pemilik modal sebagaimana saat ini banyak terdapat di Indonesia. Koperasi sejati adalah koperasi yang modalnya di miliki secara bersama-sama oleh seluruh konsumen dan karyawan koperasi itu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar