Kewarganegaraan
“Kebebasan berpendapat dalam kasus Mochamad Feri Kuntoro”
DISUSUN OLEH
Adi Nugroho Ahmad Sufakhri K
Agung Aprianto Anastha Novelia
Agustinus Anisa Maryati
Ahmad Budi Chyntia P
Ahmad Indra Fatuki Deviantika Budiman
Ahmad Sufakhri K Dian Sukmana
UNIVERSITAS GUNADARMA
JL. KH.NOER ALI, KALIMALANG, BEKASI
TELP. 88860116
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Yang Menggenggam Jiwa Manusia dan Maha Berkehendak atas segala Cinta-Nya penyusunan karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa tanpa dukungan dari banyak pihak khususnya dari pembimbing. Untuk itu kami menyampaikan ungkapan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, khususnya :
1. Ibu Prof. Dr. E. S Margianti, S.E., M.M selaku Rektor Universitas Gunadarma
2. Ibu Ina selaku dosen pembimbing mata kuliah
3. Orang tua kami tercinta, yang telah memberikan kami dukungan sepenuhnya dalam membuat makalah ini.
4. Teman – teman kami yang telah memberikan dukungan materil dan non materil.
Kami berharap dengan adanya penulisan ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khusunya bagi para pembaca dalam menambah wawasan tentang perkenalan kredit.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari adanya kelemahan dan kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangatlah diperlukan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Semoga amal baik yang kami terima akan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Segalanya, Amien.
Bekasi, 28 Maret 2012
Abstrak
Liberalisasi sektor telekomunikasi yang terjadi sejak tahun 1999 di Indonesia melalui Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, ternyata mampu merubah struktur persaingan industri telekomunikasi. Perubahan paradigma telekomuniasi membawa konsekuensi logis khususnya persaingan bisnis service provider dan content provider.
Begitu pula dengan eksternalitas yang ditimbulkannya, seperti kasus ’pencurian’ pulsa. Hingga Juni tahun 2011 sebesar 46,7% dari pengaduan jasa telekomunikasi merupakan kasus tersebut melalui short message service. Badan Regulasi Telekomuniasi Indonesia selaku otoritas pengawasan memiliki peran besar dalam hal ini. Namun demikian peran asosiasi, service provider, content provider, dan pemerintah juga penting untuk mendukung layanan telekomunikasi yang fair dan bermanfaat bagi masyarakat, serta tidak memihak hanya kepada kepentingan operator ponsel.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi yang demikian pesat telah mendorong peran strategisnya sebagai modal dasar pembangunan. Teknologi telekomunikasi dan informasi memiliki peran yang fundamental, yaitu:
(1) menyediakan akses dan mengorganisasikan data, informasi, dan pengetahuan dalam
(2) mempercepat dan mereduksi biaya transaksi dan produksi pada seluruh kegiatan perekonomian
(3) membentuk hubungan langsung antar manusia, komunitas, perusahaan, pemerintah, dan organisasi (internetworking). Terbentuknya hubungan tersebut mendorong terjadinya kolaborasi, partisipasi, dan koordinasi, sehingga masing-masing pihak yang terhubung akan memperoleh manfaatnya.
Pertumbuhan teledensitas Indonesia tahun 2004 hingga 2008 menunjukkan bahwa pertumbuhan fixed line sebesar 156%, seluler sebesar 358 %, dan pengguna internet sebesar 101 %. Pertumbuhan yang fenomenal dari seluler tersebut merupakan dampak dari, perubahan pola konsumsi dari feature phones menjadi smartphones (gadget multifungsi), paket internet, harga ponsel yang semakin murah dan perubahan sosial budaya seperti simbol kelas masyakarat, penunjang bisnis, dan pengubah batas sosial masyarakat. Bahkan berkembangnya jaman, tak sedikit orang yang memanfaatkannya untuk tindakan criminal.
Untk kami akan membahas kasus mengenai pencurian pulsa dan Mochamad Feri Kuntoro, salah satu korbannya.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Landasan Teori
Liberalisasi sektor telekomunikasi yang terjadi sejak tahun 1999 di Indonesia, diawali dengan Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, ternyata mampu merubah struktur persaingan industri telekomunikasi. Perubahan struktur industri tersebut juga mempengaruhi structur, conduct, dan performance pelaku industri telekomunikasi. Pada awalnya struktur pasar telekomunikasi adalah monopoli (Telkom), lalu menjadi duopoli (Telkom dan Indosat), dan menjadi beberapa perusahaan telekomunikasi seperti sekarang (oligopoli). Hingga saat ini tercatat lebih dari sepuluh operator telekomunikasi yang beroperasi, baik Global System for Mobile Communications (GSM) maupun Code-Division Multiple Access (CDMA).
B. Kerangka Teori
Dengan memahami perkembangan jaman yang kian melesat kita harus pandai memahami teknologi yang ada, jangan hanya memilih dan memakainya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus ‘Pencurian’ Pulsa Telepon Seluler
Jumlah pelanggan ponsel tahun 2006 sekitar 63 juta dan pada tahun 2010 telah meningkat hampir 350 % menjadi 211,1 juta pelanggan. Operator Telkomsel, Indosat, dan XL-Axiata menguasai hampir 85 % dari total pelanggan ponsel. Jika dilihat dari jenis pelanggan berdasarkan operator maka masih didomasi oleh pelanggan prabayar, hal ini karena pertimbangan kemudahan mengontrol penggunaan, nomimal prabayar lebih terjangkau, dan kemudahan menjadi pelanggan.
Kasus ‘pencurian’ pulsa ternyata banyak dialami pelanggan prabayar tersebut. Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Selama tiga tahun terakhir, hingga triwulan pertama tahun 2011, aduan telekomunikasi masih tetap menjadi peringkat pertama (17,9% dari 156 aduan). Hampir separuh aduan telekomunikasi berkaitan layanan content provider (CP). Total aduan hingga Juni tahun 2011 telah mencapai 39 aduan langsung dan 288 aduan secara tertulis. Bahkan 46,7% dari pengaduan jasa telekomunikasi tersebut merupakan kasus short messaging service (SMS) ‘pencurian’ pulsa. Keluhan ‘pencurian’ pulsa ini juga diterima Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Jakarta sebanyak 418 pengaduan. YLKI di Jawa Timur juga telah mencatat terdapat 659 kasus ‘pencurian’ pulsa melalui SMS, bahkan pertengahan tahun 2011 telah meningkat sebanyak 120 kasus dibanding tahun 2009.
Secara umum ada dua motif ‘pencurian’ pulsa, yaitu mendapatkan pulsa dan mendapatkan uang/transfer. Modus operandi ‘pencurian’ pulsa biasanya melalui SMS. Beberapa metode yang digunakan, yaitu:
(1) SMS ‘mama minta pulsa’
(2) SMS ‘Kredit Tanpa Agunan’
(3) SMS content premium yang merupakan kerja sama resmi antara pihak penyelenggara telekomunikasi dan content.
Sebenarnya layanan tersebut dilakukan dengan Perjanjian Kerja Sama yang di dalamnya menyangkut hak dan kewajiban para pihak. Dalam pasal-pasal tersebut tidak tertera adanya tindakan mengambil pulsa dengan cara menipu atau mencuri.
Modus operandi kasus pertama sudah banyak ditinggalkan, sedangkan kasus ‘minta transfer’ dimulai ketika pelanggan menerima SMS yang berisi permintaan untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening. Modus operandi yang kedua menurut analis forensik digital, Gunaris, setidaknya ada tiga modus operandi ‘pencurian’ pulsa, yaitu (1) premium call. Modusnya pengguna telepon menerima SMS premium, lalu pengguna telepon membalas SMS tersebut untuk mengecek dengan memasukkan kode tertentu dalam rangka mengklaim bonus atau hadiahnya. Meskipun jawabannya tidak sesuai permintaan, pulsa tetap terpotong, (2) pulsa ‘dicuri’ jika pengguna merespon game murah di TV seharga Rp 1.000. Format itu sebenarnya bukan untuk membeli game, melainkan mendaftar pada content tertentu, dan (3) pemilik content menelepon pengguna telepon dan menawarkan content. Meskipun pemilik telepon tidak setuju mendaftar, nomornya akan didaftarkan secara paksa dan pulsa dicuri.
B. Korban Pencurian Pulsa
Mochamad Feri Kuntoro, korban penyedotan pulsa, siap menanggung risiko untuk terus melanjutkan proses pengungkapan kasus ini. Pengungkapan kasusnya dinilai dapat menjadi kekuatan bagi masyarakat lain yang juga menjadi korban untuk berani melaporkan dan memproses hukum praktik penyedotan pulsa.
"Kami siap maju terus. Saya juga siap menerima risiko untuk kepentingan masyarakat banyak," kata Feri saat ditemui di Mabes Polri. Rabu, 9 November 2011.
Feri mendatangi kantor Bareskrim Polri untuk memenuhi surat panggilan menjadi saksi dalam kasus penyedotan pulsa. Feri datang dengan menggunakan kemeja garis-garis ungu gelap dan celana jin dengan semangat. Dia tersenyum seraya menunjukkan surat pemanggilan.
Kuasa Hukum Feri, David Tobing, menyatakan pemanggilan ini adalah bentuk keseriusan Mabes untuk mengungkap kasus penyedotan pulsa. "Semoga korban-korban lain di seluruh Indonesia tidak takut untuk melapor, bila memang punya bukti kuat," katanya.
Feri sendiri menyatakan dirinya hingga saat ini belum dan berharap tidak akan mendapat ancaman dari pihak manapun. Ia juga berharap kasus ini dapat menjadi pencerahan dan gerakan bersama untuk mengungkap kasus penyedotan pulsa.
Sebelumnya, Hendry Kurniawan, salah satu pelapor kasus dugaan pencurian pulsa ke Polda Metro Jaya, mendapatkan ancaman dan penganiayaan dari orang tak dikenal, awal November lalu.
Pertama dilayangkan pada 1 November yang disertai penganiayaan di Terminal Pondok Labu saat dirinya sedang menunggu angkutan umum. Hendry didatangi dua orang tak dikenal memakai motor dan menggunakan helm yang menanyakan alasan membuat laporan ke Polda Metro Jaya.
Pada 2 November 2011, Hendry mendapat ancaman lagi dari orang tidak dikenal. Hendry melaporkan kasus dugaan penyedotan pulsa pada pertengah Oktober 2011. David Tobing yang juga menjadi kuasa hukum Hendry menduga ancaman dan penganiayaan ini memang terkait laporan kasus dugaan pencurian pulsa. Akhirnya, Hendry melaporkan dugaan penganiayaan ini ke Polda Metro Jaya pada 4 November lalu. Hendry sendiri juga akan dipanggil Bareskrim Polri sebagai saksi seperti Feri hari ini.
Feri mengakui kerugian yang dialami tidak terlalu besar hanya Rp 450 ribu. Akan tetapi, masalah ini menjadi serius karena proses "unreg" menjadi sulit. Selain itu, persoalan ini juga tidak mendapat tanggapan dari pihak operator walaupun sudah dilaporkan.
Didit Wijayanto Wijaya, kuasa hukum Muhammad Feri Kuntoro, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (10/12/2011) mengatakan, pihaknya akan melayangkan surat somasi kepada Telkomsel apabila surat permintaan klarifikasi yang dilayangkan sebelumnya tidak dijawab dengan baik. Feri ini mewakili pelanggan-pelanggan di masyarakat, ya. Intinya adalah, kalau tidak ditanggapi dengan baik, akan disomasi. Sebelumnya, pihak kuasa hukum Feri melayangkan surat permintaan klarifikasi sebanyak tiga kali terkait dengan penyedotan pulsa terhadap dirinya.
Surat pertama tanggal 28 November, tunggu tiga hari. Surat kedua tanggal 2 Desember, tunggu tujuh hari. Surat ketiga tanggal 9 Desember, tunggu sampai tujuh hari ke depan. Kasus kliennya itu sebetulnya bukan hal sulit. Berapa pemakaian pulsa itu yang kami minta, billing itu haknya pelanggan, itu sudah diatur dalam undang-undang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Muhammad Feri Kuntoro merupakan korban penyedotan pulsa melalui modus pesan singkat berlangganan (registrasi) yang ditayangkan pada salah satu televisi swasta. Kasus tersebut kini ditangani Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dan telah memeriksa beberapa saksi ahli meskipun belum menetapkan tersangka. Pada kasus ini, polisi akan menggunakan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dan Pasal 362 KUHP tentang Pencurian untuk Menjerat Tersangka. Tersangka juga dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Kominfo Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium.
Korban kasus sedot pulsa, Feri Kuntoro, yang melaporkan kasus ini ke kepolisian, telah beberapa kali mendatangi Bareskrim Polri menanyakan dan meminta penyidik segera menetapkan tersangka. Ia berpandangan polisi lambat menangani kasus ini kendati telah menyerahkan sejumlah barang bukti, termasuk salinan tagihan telepon dari Telkomsel yang dianggapnya janggal. Hal yang sama dirasakan korban sekaligus pelapor lainnya, Hendry Kurniawan. Bahkan, pelapor yang juga sempat dianiaya oleh pelaku yang diduga terkait kasus yang dilaporkannya di Lebak Bulus Jakarta Selatan pada 1 November 2011 lalu ini, berencana mendatangi Bareskrim Polri pada Selasa (6/11/2011), untuk menanyakan tindak lanjut kasus yang dilaporkannya.
C. Pembahasan Undang-Undang
Dalam kasus tersebut, dikatakan bahwa tersangka dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Kominfo Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium.
Namun kami akan membahas salah satu pasal yang terkait, yakni Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sebagaimana terdapat dalam pasal yakni ;
Pasal 3
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Dijelaskan bahwa, penggunaan elektronik dilaksanakan dengan asas kepastian hukum, beriktidat baik,meningkatkan kecerdasan bangsa dalam hal telekomunkasi dan digunakan secara aman dan adil. Namun dalam kasus ini, elektronik digunakan dalam cara kejahatan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Perubahan paradigma telekomunikasi Indonesia harus menjadi peluang yang pontesial untuk digunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bukan malah dijadikan tindak kejahatan dan kecuranagn. Oleh sebab itu peran pemerintah, BRTI, asosiasi, service provider, dan CP menjadi penting untuk memfasilitasi penggunaan layanan telekomunikasi yang fair dan bermanfaat, serta tidak memihak hanya kepada kepentingan operator ponsel. Lemahnya peran BRTI dan kurangnya sosialisasi.
B. Saran
· Semoga pembaca senang dapat membaca makalah ini dengan baik.
· Para pembaca lebih cermat dan brhati-hati dalam penggunaan elektronika dan telekomunikasi
· Semoga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penelitian sejenis lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar